BAGIAN BARU: MENGAPA MAHASISWA SULIT BERHITUNG? ADA APA DENGAN PENDIDIKAN DASAR?
"Matematika adalah bahasa yang digunakan untuk memahami dunia. Jika kita kehilangan kemampuan ini, kita kehilangan cara untuk berpikir kritis."
Fenomena mahasiswa yang kesulitan berhitung bukanlah masalah yang muncul tiba-tiba saat mereka masuk perguruan tinggi. Ini adalah hasil dari proses panjang dalam sistem pendidikan dasar dan menengah yang sering kali gagal menanamkan keterampilan numerik yang kokoh.
Penelitian dari Programme for International Student Assessment (PISA, 2019) menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia berada pada peringkat bawah dibandingkan negara lain, dengan skor rata-rata 379, jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 489. Data ini mencerminkan bahwa fondasi pendidikan dasar dan menengah dalam mengajarkan matematika dan keterampilan berhitung masih lemah.
Beberapa faktor penyebab utama:
Pendekatan Pengajaran Berbasis Hafalan โ Banyak sekolah masih menekankan rumus dan langkah prosedural tanpa menumbuhkan pemahaman konseptual. Akibatnya, siswa mampu menghafal tetapi gagal menerapkan konsep dalam situasi nyata.
Kurangnya Guru yang Kompeten di Bidang Numerik โ Menurut laporan World Bank (2020), sekitar 40% guru matematika di Indonesia tidak memiliki pelatihan yang memadai untuk mengajar dengan pendekatan berbasis pemecahan masalah.
Keterbatasan Sumber Daya dan Fasilitas โ Sekolah di daerah terpencil sering kekurangan akses ke bahan ajar modern dan teknologi yang dapat mendukung pembelajaran matematika interaktif.
Akibat lemahnya fondasi ini, mahasiswa di perguruan tinggi sering mengalami:
Kesulitan dalam Mata Kuliah Kuantitatif โ Bidang seperti statistik, ekonomi, dan sains memerlukan kemampuan berhitung yang kuat, tetapi banyak mahasiswa kesulitan memahami konsep dasar seperti persentase dan proporsi.
Rendahnya Kemampuan Analisis Data โ Dalam era digital, kemampuan mengolah data sangat penting. Namun, mahasiswa sering bergantung pada perangkat lunak tanpa memahami logika di balik perhitungannya.
Ketergantungan pada Alat Hitung โ Studi dari Universitas Indonesia (2022) menunjukkan bahwa 65% mahasiswa lebih memilih menggunakan kalkulator untuk operasi matematika sederhana, mengindikasikan lemahnya keterampilan numerik dasar.
Negara seperti Finlandia dan Singapura berhasil membangun sistem pendidikan yang menekankan pemahaman konsep dan aplikasi matematika sejak dini. Di Singapura, pembelajaran berbasis pemecahan masalah dan diskusi kelompok menghasilkan skor matematika yang tinggi dalam PISA, serta lulusan yang lebih siap menghadapi tantangan akademik di perguruan tinggi.
Reformasi Kurikulum โ Kurikulum harus lebih menekankan pemahaman konsep dan pemecahan masalah daripada hafalan rumus.
Pelatihan Guru โ Program pelatihan intensif bagi guru matematika agar mereka mampu mengajar dengan pendekatan yang lebih modern dan kontekstual.
Integrasi Teknologi โ Penggunaan teknologi pendidikan interaktif seperti aplikasi dan game matematika untuk meningkatkan keterlibatan siswa.
Pembelajaran Berbasis Proyek โ Memberikan siswa kesempatan untuk menerapkan matematika dalam proyek nyata, sehingga mereka memahami relevansinya dalam kehidupan sehari-hari.
Evaluasi Berkelanjutan โ Sistem penilaian yang tidak hanya fokus pada ujian akhir, tetapi juga menilai kemampuan analitis dan pemahaman mendalam sepanjang proses belajar.
Jika pendidikan dasar dan menengah tidak segera diperbaiki, perguruan tinggi akan terus menerima mahasiswa yang tidak siap menghadapi tuntutan akademik yang memerlukan keterampilan numerik. Perubahan harus dimulai sejak dini, agar kita dapat mencetak generasi yang mampu berpikir logis, analitis, dan siap bersaing dalam dunia global yang semakin kompleks.