Penelitian ini mencoba menguji korelasi komsumsi rata-rata coklat dan tingkat penerima nobel di 23 Negara. Karena dicurigai kandungan flavanols/flavonoid dalam coklat dapat meningkatkan fungsi kognitif otak. Flavonoid berasal dari bahasa latin yaitu "flavus" berarti kuning sesuai warna alaminya. Flavonoid adalah metabolit sekunder memiliki kandungan antioksidan dan kelat singnifikan. Flvanoid juga memiliki 6 subkelas berdasarkan struktur kimianya, Jenis flavanol merupakan flavonoid yang sering ditemukan dalam tea, cokelat, anggur, beria-berian, apel, dan red wine.
Singkatnya, hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara konsumsi tea (Grafik A) dan wine (Grafik B) terhadap jumlah pemenang nobel. Dengan kata lain, meskipun tingkat komsumsi rata-rat tea dan wine tinggi tidak sepenuhnya mampu menjelaskan hubungan dengan besarnya pemenang nobel di negara tersebut.
Hal yang lain yang cukup menarik, keberadaan toko furniture (IKEA) disuatu negara memiliki korelasi terhadap persentase pemenang nobel seperti negara sweden, swiss, (Grafik C). Meski temuan ini tidak dapat generalisir, tapi kehadiran toko furniture dipercayai dapat meningkatkan fungsi kognitf di level populasi. Demikian juga variabel status ekonomi suatu negara (grafik D & E) dilihat dari GDP menunjukkan adanya korelasi positif terhadap capaian pemenang Nobel. Salah satu asumsinya adalah variabel keadaan ekonomi suatu negara menggambarkan indikator pasar, bagaimana tingkat komsumsi makanan mewah, termasuk pembelian kebutuhan barang dan layanan per kapita.
Sumber :
Maurage, Pierre, Alexandre Heeren, and Mauro Pesenti. "Does chocolate consumption really boost Nobel award chances? The peril of over-interpreting correlations in health studies." The Journal of nutrition 143.6 (2013): 931-933.